Kamis, 23 Juni 2011

Iman, Logika, dan Kehendak

Iman, logika, dan kehendak. Tiga kata yang seringkali ada dalam diri setiap individu. Hampir semua orang mengaku kalau dirinya memiliki iman. Semua orang memiliki logika selama masih hidup. Semua orang juga memiliki kehendak yang seringkali memaksa diri sendiri untuk dapat memenuhinya. Iman, logika, dan kehendak adalah tiga kata yang memang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan individu itu sendiri. Namun, apakah iman, logika, dan kehendak? Apakah ketiga hal tersebut dapat berjalan secara beriringan?

Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang diharapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak dilihat (Ibrani 11:1). Iman adalah kepercayaan (yang berkenaan dengan agama), keyakinan, dan kepercayaan kepada Allah, nabi, dan lain sebagainya (menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga). Melalui iman, kita dapat mengetahui berbagai macam hal yang pada dasarnya tidak kita ketahui tetapi kita yakini keberadaannya.

Logika berasal dari kata Yunani kuno λόγος (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, logika adalah pengetahuan tentang kaidah berpikir, jalan pikiran yang masuk akal.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga tahun 2005, kehendak adalah kemauan, keingnan, dan harapan yang keras. Menurut http://filsafat.kompasiana.com/2011/05/28/kehendak/, tujuan serta sikap manusia terletak di dalam kehendak. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kehendak adalah kemauan dari dalam diri sendiri yang seringkali mengontrol pemikiran seseorang.

Akankah hal tersebut dapat berjalan secara beriringan? Ataukah ketiga hal tersebut saling bertentangan?

Seringkali kita tidak menyadari bahwa kehendak yang kita miliki berasal dari dalam diri sendiri. Seringkali kita menganggap bahwa kehendak yang muncul berasal dari iman kepada Pencipta. Seringkali juga kita menganggap bahwa kehendak kita itu adalah logika dari dalam kita sendiri. Apakah kehendak itu sendiri bisa disamakan dengan iman dan logika? Dapat dilihat dari pengertiannya, ketiga kata tersebut memiliki perbedaan yang sangat signifikan dan tidak dapat disamakan antara yang satu dengan yang lain.

Seringkali seseorang menganggap bahwa logika adalah milik manusia tetapi kehendak adalah tuntunan dari Pencipta yang dapat diketahui melalui iman. Benarkah demikian? Sampai tahap mana seseorang dapat mengatakan demikian? Apakah hanya dengan beribadah dan mendatangi tempat-tempat ibadah dapat dikatakan beriman, padahal di luar itu, cemoohan sering keluar dari mulutnya dan kata-kata makian tidak pernah hilang dari lidahnya?

Keseimbangan antara iman, logika, dan kehendak seseorang, hanya orang tersebutlah yang dapat mengaturnya. Kesinambungan antara ketiganya itu tidak dapat disamakan antara seorang dengan yang lain. Alur pikir seseorang pasti berbeda. Pemahaman seseorang tentang kata "kehendak" juga sangat berbeda. Tingkat keimanan antara seorang dengan yang lain juga berbeda. Namun, logika, kehendak, dan iman bukanlah hal yang dapat disamakan karena menurut pengertiannya sekalipun terlihat perbedaan yang mencolok.

"Kacamata Tuhan melihat jauh lebih luas, dan bermanfaat secara menyeluruh, tidak sesempit yang kita lihat, tanpa memikirkan lingkungan, kepentingan orang banyak, waktu yang tepat. Disinilah terbentuk tembok besar yang seolah-olah kita berdoa, Tuhan tidak mendengar. "(http://sosbud.kompasiana.com/2011/03/28/makna-kegagalan/)

Senin, 20 Juni 2011

Sebuah Kata "Perihatin"

Prihatin sepertinya sekarang menjadi kata yang seringkali diucapkan oleh banyak orang. Berbagai media pun menuliskan banyak kata "prihatin". Pemerintah merasa prihatin melihat nasib rakyatnya. Namun, tidak sedikit rakyat yang merasa prihatin dengan tindakan pemerintah. Wakil rakyat merasa prihatin dengan perlakuan negara lain. Disisi lain, rakyat pun merasa prihatin karena tidak ada tindakan nyata dari wakil rakyat untuk membela masyarakatnya.

Prihatin, prihatin, dan prihatin, sepertinya hanya kata itu yang dapat diucapkan oleh semua pihak. Namun, adakah tindakan nyata yang dilakukan oleh pihak-pihak yang merasa prihatin tersebut? Pemerintah hanya merasa prihatin tanpa ada bukti tindakan nyata. Rakyat merasa prihatin tetapi hanya dapat memaki dan mencemooh kinerja pemerintah. Adakah bukti nyata yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan rakyat selain mengatakan "prihatin"? Apakah masing-masing menunggu satu pihak untuk bertindak dan yang lain hanya melihat?

Kata "prihatin" memang sangat mudah untuk diucapkan. "Prihatin" juga bukan kata yang sulit untuk dituliskan. Namun selama tidak ada tindakan nyata, apakah ada gunanya mengatakan kata tersebut? Rakyat seringkali menuntut "mana yang katanya pemerintah prihatin tapi cuma ngomong doang, talk more no action." Dilain pihak seringkali orang juga berpikir "mana yang katanya rakyat prihatin tapi juga pilihnya wakil rakyat itu-itu doang. Omong doang prihatin melihat masyarakt Indonesia, klo udah jadi pejabat juga lupa."

Buat apa kalau kita cuma bisa mengatakan "prihatin" tapi tidak dapat membuat perubahan nyata untuk lingkungan sekitar kita? Buat apa kita mengatakan "prihatin" tapi cuma bisa memaki dan menuntut? Buat apa kita mengatakan "prihatin" kalau nyatanya kita sama cueknya dan tidak mau mengulurkan tangan buat orang lain? Buat apa kita mengeluarkan kata "prihatin" tapi kita cuma bisa berteriak-teriak saja?

Uluran tangan kita buat sesama yang membutuhkan, lebih penting daripada sebuah kata "prihatin" yang diucapkan terus menerus. Sikap dan tindakan nyata kita dalam membantu sesama yang membutuhkan, lebih diperlukan daripada mengeluarkan kata "prihatin".
Jadi, janganlah hanya dapat mengatakan "prihatin" dan berteriak kesana-kemari kalau ternyata kita sama aja dengan orang yang kita cemooh.