Selasa, 17 Agustus 2010

Jugun Ianfu, Dimanakah Keadilan?

Sejak duduk di sekolah dasar, anda pasti mendapatkan pelajaran sejarah. Sejarah tentang manusia purba, sejarah tentang pahlawan bangsa Indonesia, hingga kemerdekaan bangsa Indonesia. Namun pernahkah anda mendengar sejarah tentang jugun ianfu dibahas secara tuntas dalam buku sejarah anda?

Dari berbagai sejarah yang ada dalam negara ini, sejarah tentang jugun ianfu inilah yang "terlupakan". Pemerintah waktu itu memilih untuk membungkap para saksi demi kelangsungan negara yang baru saja berdiri. Pemerintah penjajah pun tidak mau mengakui bahwa tentaranya melakukan tindakan asusila tersebut. Mereka hanya memberikan uang santunan saja. Namun apa gunanya uang santunan dibanding kehormatan yang diambil secara paksa? Dan lari kemanakah uang tersebut sehingga para saksi tetap hidup dalam kemiskinannya?

Jugun Ianfu adalah wanita yang menjadi budak seks. Mereka diambil secara paksa (diculik), ditawari pekerjaan yang menarik, dan tidak jarang dari wanita tersebut yang dijual oleh pihak lain. Tugas mereka waktu itu adalah memenuhi hasrat para tentara Jepang untuk berhubungan seksual. Dengan alasan agar tidak terkena penyakit kelamin, para tentara tersebut memaksa para anak-anak dan remaja tersebut. Tidak jarang mereka juga mengancam akan membunuh orang tua dari para "tahanan" apabila tidak mau memenuhi keinginan mereka.

Mereka harus memenuhi keinginan para tentara di mana saja. Sering kali mereka dibawa ke tempat-tempat khusus untuk berhubungan dengan para tentara. Tetapi tidak jarang mereka harus berhubungan di tempat-tempat umum, pada siang hari ketika mereka harus bekerja di sebuah tenda dan disaksikan banyak orang. Tidak jarang dari mereka yang mengalami kekerasan seks. Apa akibatnya? Banyak dari mereka yang mengalami kerusakan di bagian organ dalam sehingga pada akhirnya tidak akan dapat melahirkan lagi.

Penjajahan memang kejam dan tidak berkemanusiaan. Pemaksaan memang tidak seharusnya terjadi pada anak-anak yang belum selayaknya menerima itu semua. Mungkin sekarang kita dapat berpikir seperti ini, namun adakah pilihan lain bagi mereka pada waktu itu?

Meskipun demikian, dampak yang terjadi setelah itu tidak lebih baik dari pada penjajahan waktu itu. Para wanita yang terpaksa menjadi budak seks dikucilkan oleh teman-temannya. Mereka dicemooh, mereka dihina. Apakah itu kemauan mereka sendiri? Bahkan hingga sekarang, masih terlihat adanya diskriminasi terhadap keturunannya. Dimanakah keadilan yang dapat memulihkan harga diri mereka? Tidak dapatkah mereka merasakan hidup di tengah-tengah masyarakat yang tidak memandang rendah mereka?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar