Selasa, 17 Agustus 2010

Wanita dan Bangsa

Wanita, suatu kaum yang tidak lebih sedikit memberikan jasa kepada bangsa ini dibandingkan kaum pria. Namun kaum inilah yang terlupakan bagi kebanyakan kalangan.

Wanita yang selalu dianggap lemah, remeh, dan dipandang sebelah mata, telah ikut memperjuangkan bangsa dan negara ini. Memberikan berbagai pemikiran dan tenaga untuk ikut membangun bangsa dan negara ini.

Dari wanitalah lahir pahlawan-pahlawan bangsa. Bung Karno, lahir dari rahim seorang wanita. Bahkan tidak jarang juga wanita yang menjadi pahlawan untuk memperjuangkan bangsa ini dari penjajahan, seperti Cut Nyak Dien.

Meskipun demikian, wanita sering kali dianggap sebagai perhiasan rumah tangga, tidak berpengetahuan, tidak memiliki wawasan, dan menjadi korban poligami. Tidak hanya sampai disitu, pada kalangan bawah, wanita sering kali dipaksa untuk menikah sejak dini demi keuntungan segelintir orang. Bahkan tidak jarang juga bagi mereka yang dipaksa untuk bekerja, memperjualkan tubuhnya hanya untuk kepentingan beberapa pihak.

Sejak jaman dahulu, wanita sering dibedakan. Dalam bidang pendidikan, hanya kaum pria yang dapat menikmati pendidikan yang cukup tingga. Dalam bidang pekerjaan, wanita sering tidak dianggap kurang mampu melakukannya. Dalam hal pembangunan bangsa, wanita sering kali tidak dianggap dan disingkirkan dari buku sejarah.

Begitu tidak adilnyakah? Tapi inilah kenyataan! Begitu besar jasa para wanita demi bangsa ini. Begitu besar juga pengorbanan mereka yang menjadi sia-sia. Tidakkah itu sangat disayangkan?

"Perempuan itu soko guru peradapan! Bukan karena perempuan yang dipandang cakap untuk itu, melainkan karena saya sendiri yakin sungguh bahwa dari perempuan itu mungkin timbul pengaruh yang besar... bahwa dialah yang paling banyak membantu memajukan kesusilaan manusia. Dari perempuanlah pertama-tama manusia menerima didikannya - di haribaannyalah anak belajar merasa dan berpikir, berkata-kata: dan makin lama makin tahulah saya, bahwa didikan yang mula-mula bukan tidak besar pengaruhnya bagi kehidupan manusia di kemudian harinya, Dan betapakah ibu Bumiputra ini sanggup mendidik anaknya bila mereka sendiri tiada berpendidikan?" (surat Kartini kepada Nyonya Abendanon, 21 Januari 1901)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar